TriBun Baru - Dia telah menghancurkan hati Ibu. Dia telah membuat Ibu jatuh sejatuh-jatuhnya. Dia juga telah membiarkanku juga Rey berangkat sekolah dengan sepatu yang bolong. Dengan uang saku yang hanya cukup untuk ongkos saja. Itupun dari pinjaman tetangga yang merasa kasihan pada kami. Bahkan tak jarang aku dan Rey terpaksa jalan kaki menempuh jarak yang lumayan jauh.
Sebelum menginjak usiaku yang ke-16 hidupku terasa sangat sempurna. Kasih sayang yang utuh dari Ibu dan Ayah. Perhatian yang selalu tersaji dengan manis setiap harinya. Usaha Ayah yang melaju pesat dengan sikap dermawannya yang senang berbagi dengan siapapun atas hasil yang ia dapatkan. Sikap yang sangat aku banggakan dari sosok Ayah yang kumiliki.
Namun semua hilang tepat di ulang tahunku yang ke 16. Aku merasa ada yang tidak beres di rumah ini. Ibu dan Ayah jarang sekali memperlihatkan keharmonisan mereka di depanku juga Rey, adikku. Bahkan kini Ayah sudah jarang pulang ke rumah, membiarkan kami menunggunya dalam kecemasan. Membiarkan Ibu mondar-mandir mengetuk pintu tetangga hanya untuk meminjam 1 liter beras. Membiarkan Ibu berjuang menghidupi kami. Kemana Ayah?
Setelah beberapa bulan tak pulang, akhirnya dia kembali. Kembali dengan Ayah yang berbeda. Aku merasa kasih sayang yang Ayah berikan pada kami sudah tak utuh lagi. Bagai telah terbagi. Ayah pulang memberikan uang pada Ibu, lalu pergi lagi dalam waktu yang tidak sebentar. Hampir beberapa tahun berjalan dengan kisah yang sama. Pulang hanya sekedar memberi uang yang tak bisa dikatakan cukup, lalu pergi kembali tanpa mencium kening Ibu, aku dan Rey seperti dulu yang selalu dilakukan Ayah ketika berangkat kerja. Ayah tidak mengerti, bukan hanya uangnya yang kami harapkan, tapi kasih sayang dan perhatiannya seperti dululah yang sangat dirindukan di rumah ini.
******
Setelah lulus SMA aku semakin mengerti luka yang Ibu sembunyikan selama ini. jika dulu setiap kali aku bertanya kemana Ayah, jawabnya selalu urusan pekerjaan. Namun, semakin bertambahnya usiaku, aku mengerti, aku paham, Ayah memang telah berubah berubah 180 derajat dari Ayah yang dulu. Kini aku tahu ternyata di luar sana Ayah merajut asmara dengan wanita selain Ibu. Hatiku hancur dengan seketika membenci sosok Ayah yang dulu aku banggakan. Jika aku saja sedemikian hancurnya apa lagi Ibu yang telah mendampingi Ayah selama 20 tahun ini. Menemani Ayah yang menikahinya sejak Ibu berusia 16 tahun, usia yang sangat belia. Namun Ibu tak bisa menolak karena nenekku sudah tak ada saat Ibu berusia 16 tahun. Pilihan menerima pinangan Ayah juga tak terlepas dari pikiran agar ada yang melindungi. Berusaha menumbuhkan cinta di setiap harinya dalam kehidupan rumah tangga yang mereka jalani, hingga cinta itu ada dan bersemai dengan indah. Menjadikan diriku ada dan Rey sebagai pelengkap kebahagiaan mereka. Kisah cinta yang indah dan sempurna.
Memasuki tahun ke-21 pernikahan Ibu dan Ayah, sikap Ayah mulai berubah seiring bertambah majunya usaha yang Ayah jalani. Keretakan itu justru terjadi di usia pernikahan mereka yang sudah tak bisa dikatakan muda.
Kini aku hanya bisa berusaha menguatkan Ibu, memeluknya ketika Ibu butuh pelukan seorang suami, menghapus air mata Ibu ketika mulai membanjiri pipinya yang selalu aku kecup manja.
Banyak omongan miring tentang Ayah di luar sana. Tersiar kabar jika Ayah telah menikah dengan wanita lain tanpa sepengetahuan Ibu. Saat Ibu mendengar kabar itu dari adiknya langsung, Ibu begitu lemah. Seakan persendiannya terasa lumpuh.
Wanita yang dinikahi Ayah, di mataku tidak lebih dari seorang wanita perebut suami orang yang kala itu sedang naik-naiknya. Wanita itu memang bohai, bodynya memang aduhai, tapi aku sangat benci wanita itu, karena telah membuat Ibu menderita, karena telah merebut kebahagian kami dan menjadikannya luka.
Aku mulai tak tahan dengan semua pemandangan yang terasa sadis ini. Ayah selalu membanding-bandingkan Ibu dengan wanitanya yang bohai nan aduhai itu. Tidakkah Ayah berpikir siapa yang selama ini menemaninya sampai ia berteman sukses? Mungkin Ayah telah dibutakan dengan tipu daya dunia yang tersamar dalam kecantikan.
Sekian hari Ibu tenggelam dalam air mata yang selalu menjadi temanya selama beberapa tahun belakangan ini. Akhirnya sebuah perpisahan menjadi pilihan ketika tak ada lagi yang bisa dipertahankan.
*****
Seolah terlepas dari beban yang mencengkramnya. Kini Ibu lebih bisa menerima apa yang telah terjadi, mencoba mengikhlaskan apa yang telah dimilikinya selama ini. Mungkin Ayah hanya akan menjadi masa lalu Ibu yang tak akan pernah kembali.
Aku, Ibu, dan Rey tetap meneruskan hidup tanpa seorang Ayah disisi kami. Lagi pula kini aku dan Rey telah cukup dewasa, urusan makan tak lagi perlu kau hiraukan Ayah. Aku dan Rey bisa menafkahi hidup kami sendiri juga Ibu.
Hingga tiba dimana aku menemukan cinta yang menyempurnakan hidupku. Cinta yang hampir sama maknanya dengan cintaku terhadap Ibu. Lelaki yang telah menjadi kekasihku dua tahun kebelakang meminangku, memintaku kepada Ibu untuk ia jadikan Istri. Aku terharu ketika mendengar calon suamiku meminta restu dari Ibu dan melamarku di depan keluarga besar kala itu, walau merasa ada yang kurang karena Ayah tak ada, tapi itu tidak akan merusak kebahagianku bersama Ibu dan keluargaku yang lain.
H-2 pernikahan, Aku mendekat pada Ibu yang terlihat merenung sendiri, aku tanya kenapa, beliau memelukku dan tak aku sangka setitik air jernih turun melintasi garis pipi Ibu, seolah Ibu tak ingin melepasku, akupun ikut menangis kala itu.
“Ibu tak usah khawatir, setelah menikah nanti, Ibu ikut denganku”.
*****
Tiba saatnya hari dimana Ijab dan Qabul akan disenandungkan. Ijab? Haruskah Ayah yang mengucapkannya? Iya, dia memang tetap harus menjadi wali dalam pernikahanku, walau aku tahu ini tidak akan mudah bagi Ibu, ketika melihat laki-laki yang telah membuatnya hancur hadir kembali di hadapannya. Tapi Ibu tetap berbesar hati.
Lelaki itu datang, dia datang mengenakan batik yang serupa dengan wanita bohai itu dan kedua anak perempuannya. Ya Tuhan, dia datang bersama keluarga barunya di pernikahanku. Hatiku sakit melihat ini, seolah masih tak bisa terima jika semua telah terjadi. Sebetulnya aku dan Ibu mungkin telah mengikhlaskan, tapi ketika dia muncul bersama dengan wanita itu, rasanya sakit kembali hadir, kembali menusuk-nusuk jantungku, apa lagi Ibu.
Ayah berhasil membuat tangis yang tak seharusnya di pernikahanku, namun saat itu Aku tidak terlalu peduli, lagi pula ini harus menjadi hari bahagiaku. Namun, bagaimana dengan Ibu? Apa Ibu sanggup melihat ini? Aku tak bisa bayangkan itu.
Selama Ijab dan Qabul berlangsung, ternyata wanita itu cukup tahu diri dengan tidak ada di hadapan keluarga besar kami terlebih Ibu. Syukurlah Ijab dan Qabul telah berlangsung, Ibu? Ibu terlihat menahan tangis. Ayah dan Ibu hanya saling memandang tak begitu lama tanpa bersuara. Memang tidak ada cinta lagi dari keduanya, yang tersisa hanya luka.
Wanita itu? Wanita itu terlihat bernyanyi dan bergoyang diatas panggung kebahagianku. Dia bernyanyi di temani Ayah di sampingnya. Apa wanita itu tidak berpikir jika ini adalah pernikahanku? pernikahan anak dari lelaki yang telah ia rebut dari Ibuku, apa Ayah dan wanita itu tidak berpikir bagaimana perasaan Ibu melihat mereka bermesraan di atas panggung kebahagianku?
Ibu sudah tak nampak dalam acara bahagiaku, rupanya ia mengurung diri di kamar, menangis dalam kesendiriannya. Aku bisa mengerti apa yang Ibu rasakan saat itu, tapi aku harus tetap berada di pelaminan menghargai tamu yang terus berdatangan.
Rasanya ingin aku usir saja mereka dari sini, tapi tidak mungkin, aku telah dengan manis mengenakan kebaya putih ini, dan harus tetap menebar senyum pada mereka yang datang.
Bisik-bisik yang ku dengar dari sebagian tamu undangan yang merupakan tetanggaku tak aku hiraukan. Namun aku simpati dengan mereka yang peduli terhadap Ibu, “dasar wanita tidak tahu diri, bisa-bisanya dia berlenggok-lenggok di pernikahan Nak Sasmi..” bisik seseorang yang terdengar saat mengantri untuk menyalamiku.
*****
Semua telah berlalu. Kini aku menikmati peranku sebagai seorang istri juga sebagai seorang Ibu, suamiku membuka usaha konfeksi dan kami menjalankannya bersama, kini aku telah memiliki seorang jagoan berusia 6 tahun dan putri kecil berusia 2 tahun, begitu pula dengan Ibu yang telah bisa terbiasa tanpa Ayah dan menikmati perannya sebagai seorang nenek yang begitu mencintai cucunya, kami hidup sederhana namun bisa menikmati semua anugrah yang Tuhan berikan untuk kami.
*****
Aku dengar jika usaha Ayah mengalami kemerosotan, tapi aku tak begitu menghiraukannya, walau terbesit sedikit rasa iba, namun bukankah ada keluarga yang selalu di banggakannya, aku rasa mereka sudah cukup bagi Ayah, namun ternyata semua tak seperti yang ku pikir, wanita yang dulu bohai dan aduhai itu kini menjadi seorang TKW jauh dari segala kemewahan. Tinggallah Ayah dengan anak-anaknya dari wanita itu, mengurus mereka sendiri tanpa seorang istri, dan yang ku tahu, anak bungsu Ayah tak jauh beda usianya dengan putra pertamaku sekitar 6 tahun. Di usianya yang tak lagi muda Ayah harus merawat tiga anaknya sendiri, kasihan rasanya, namun ini sudah menjadi pilihannya yang tak bisa ditawar lagi.
Akhir-akhir ini Ayah sering mengunjungiku, sekedar meminta uang untuk beli susu anaknya, aku gregetan sendiri pada Ayah, coba saja dulu Ayah tak menikah lagi, mungkin dia tak akan repot mengurus anaknya yang masih kecil ini. Ayah lebih cocok menjadi seorang Kakek, pakaian yang selalu membuatnya terlihat gagah kini tak ku lihat, dia datang hanya dengan kaos oblong dengan memangku putri kecilnya, kasihan, walau bagaimanapun dia tetap Ayahku, aku selalu mempersilahkannya makan dan membekalinya uang ketika ia pulang, sering kali ketika Ayah datang kerumahku Ibu selalu sembunyi tak menunjukan rupanya pada Ayah, ku kira lukanya masih ada walau ia telah memaafkan, memaafkan bukan berarti telah melupakan.
Selang bulan aku mendapat kabar lagi dari pamanku, jika istri Ayah telah pulang namun dia meminta cerai pada Ayah, dengan alasan uang, uang kirimannya selama wanita itu menjadi TKW telah Ayah habiskan entah kemana, mungkin dihabiskan dengan wanita yang lebih aduai, lihatlah! Inikah wanita yang selalu kau banggakan Ayah?
0 Response to "Baca Kisah ini kalau Berani !! Laki-laki Bisa Sukses karena Wanita. Laki-laki pun Bisa Hancur karena Wanita"
Posting Komentar